TERJEMAHAN DALAM TAFSIR AL BAYAN KARYA HASBI ASH SHIDDIEQY (Studi Gramatika Pada Preposisi Daripada) ABSTRAK


Terjemahan al-Qur'an menjadi suatu hal yang penting untuk diteliti karena, melalui terjemahanlah umat Islam Indonesia mampu memahami makna dari al-Qur'an. Namun, ketika terjemahan tidak sesuai dengan aturan (misalnya dalam proses penerjemahan hanya fokus pada bahasa sumber) hal ini menjadi permasalahan, terlebih jika kesalahan terjemahan berpengaruh terhadap pemaknaan. Inilah salah satu urgensi yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji permasalahan ini. Dalam proses pemilihan objek dari sekian banyak karya tafsir, peneliti bertumpu pada asumsi bahwa karya tafsir generasi pertama dan kedua lebih memungkinkan terjadi ketidaksesuaian dengan gramatika yang sudah dibakukan dibandingkan dengan generasi 1990-an maupun setelahnya. Hal ini diperkuat oleh alasan bahwa pada generasi awal dan kedua, tata bahasa baku bahasa Indonesia belum dibuat. Oleh karena itu, karya-karya tafsir generasi terakhir (periode 1990-an dan setelahnya) tidak dijadikan sebagai objek penelitian. Adapun terpilihnya Tafsir al-Bayan sebagai objek penelitian lebih terkait pada kredibilitas Hasbi Ash Shiddieqy yang tekun dalam mendalami ilmu tafsir. Di sisi lain beliau adalah salah satu tokoh yang sangat peduli terhadap masyarakat dalam upaya memahami al-Qur'an. Hal ini terlihat dari berberapa karya yang beliau tulis, salah satunya adalah Tafsir al-Bayan. Kemudian, alasan dipilihnya masalah preposisi daripada karena dua hal: pertama, banyaknya penggunaan preposisi daripada yang tidak sesuai dengn gramatika yang sudah dibakukan dalam Tafsir al-Bayan. Kedua, adanya keterpengaruhan preposisi daripada terhadap makna terjemahan sebagaimana dijelaskan pada contoh di atas, dan hal inilah yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian pada Fakultas Adab.

Dari penjelasan latar belakang di atas, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: pertama, Apa sebab ketidaksesuaian penggunaan preposisi daripada dalam Tafsir al-Bayan dengan gramatika yang dibakukan. Kedua, bagaimana pengaruh masalah gramatika (penggunaan preposisi daripada dalam Tafsir al-Bayan yang tidak sesuai dengan gramatika yang dibakukan) terhadap makna terjemahan al-Qur'an. Beberapa metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:pertama, penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research, yaitu penelitian yang terfokus pada pengumpulan data dan penelitian buku
buku kepustakaan serta karyakarya dalam bentuk lain. Kedua, dilihat dari sudut pandang waktu, penelitian ini menggunakan jangkauan waktu secara diakronis yang melibatkan dua waktu atau lebih secara komparatif (misalnya satu bahasa tertentu dibandingkan dengan bahasa pada abad yang satu dengan yang sekarang), serta menyelidiki perbandingan bahasa dengan bahasa yang lain. Dengan demikian penelitian bahasa secara diakronis adalah penelitian bahasa yang mengamati fenomena evolutifnya suatu bahasa. Ketiga, data primer diantaranya: Tafsir alBayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus bahasa Arab, dan lainlain. Data Sekunder, diantaranya: Buku karya azZarqani, buku karya Manna' alQattan, buku Kajian Bahasa, buku Gramatika Bahasa Indonesia, buku Tata Bentuk Bahasa Indonesia, buku Analisis Kalimat, buku yang membahas tentang Kalimat Efektif, Terjemahan Depag, Tafsir Depag dan lainlain. Keempat, dalam proses pengambilan data,penelitian ini menggunakan teknik sampling. Teknik Analisis Data yaitu setelah pengumpulan data dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga penelitian menjadi sistematis dan terarah. Data Induktif, yakni data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta (data)ke teori, dan tidak sebaliknya dari teori ke dat


TAFSIR AL-MANAR ON INTERFAITH MARRIAGE (A Descriptive Analytical
Study of Rasyid Rida's Interpretation)
Many cases of interfaith marriage occurred in Indonesia. Among factors that caused it are complexity of races, cultures, ethnics, and religions in Indonesia. Each of these factors interacts between one another in everyday life of a community and indeed one kind of interactions is marriage. On the basis of the fact that the majority of Indonesian, however, is Muslim so it must be re-studied about Qur'anic verse of interfaith marriage. This thesis discusses about interfaith marriage through Rasyid Rida's perspective. His interpretation is always be utilized by many people to absolutely permit interfaith marriage. It is so interesting for being main object in the research. The reason for it is his Tafsir discusses more about socio-




cultural problem. Certainly interfaith marriage constitutes a socio-cultural problem that must be solved. Some questions that are explored in this study are: Who are included into non-Muslim category according to Rasyid Rida's thoughts about interfaith marriage context? What is the meaning of people of the Book in his understanding and why he did conclude that? What is Rasyīd Rida's fundamental idea about interfaith marriage based on his understanding of Qur'anic verses? Why did he think that? What is the relevance of his thought in Indonesian context? This research is a qualitative research with descriptive-analysis method. The research data were collected from Tafsir al-Manar written by Rasyid Rida's a source of primary data, and other relevant sources as secondary data. As for the method of analysis, this study uses the method of content analysis with philosophical hermeneutics approach. Non-Muslim category in the case of interfaith marriage includes Unbelievers, Polytheists, and People of the Book. Rida agrees with the definition of majority about Unbelievers and Polytheists, but he believes that the People of the Book consist of Jews, Christians, Magians and Sabians, Hindu, Buddhism, Kong Hu Cu in the China, and Shinto. Rida uses the criteria as to have the holy book and or follow one of the known Prophets, from Abrahamic religion or no in determining one religio-communal includes people of the Book category. He took the argument from Q 4: وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ , 164 . It is suitable with his method of interpretation which interprets the verse with other verse. In other side, his thought seemed to be based on the context of his era where its community is so pluralist and consists of many people who believe many religions. His life experience certainly gave the impact on his interpretation. Rida wants to emphasize his fundamental idea into two points. First, what should be done before marriage is choosing the companion from the religion, how he-she must be chastity before marriage, not unbelievers or fornicators, how his-her obedient to their religious doctrine, etc. Second, Rida wants to describe the image of ideal household which is being same belief in the household for building the harmonious family. Although he stated that it has possibility to do interfaith marriage, but it is only the last choice because the same belief and faith between husband and wife itself cannot guarantee the unity of household, let alone the different belief and faith as many cases of interfaith marriage in Egypt had shown. In Indonesian context, Rida's concept about People of the Book must be responded in relation to the social condition of Indonesian people who are pluralistic society. Then, interfaith marriage that happened in Indonesia as impact of pluralistic society should be managed by Indonesian Law but in the fact, it is not admitted yet. Based on Rida's thought, interfaith marriage is actually legal theologically but when it is prohibited, certainly it is influenced by many external factors considering objective condition of the community. After all, Rida handed back the decision to do interfaith marriage or to the actors. When the actors decide to do interfaith marriage, they should realize the impact from positive to negative things beforehand.


SIGNIFIKANSI ASBAB AL-NUZUL TERHADAP QIRA'AT (Telaah atas Kitab Asbab al-Nuzul-Ilman min Ulum al-Qur'an Karya Bassam al-Jamal)
ABSTRAK
Ilmu asbab al-nuzul merupakan ilmu yang menunjukkan dinamika dan dialektika antara nass (teks) dan realitas. Konsep ini adalah salah satu yang dianggap urgen di antara beberapa masalah yang sering dibahas oleh para ahli agama. Hal ini terbukti dengan adanya tema asbab al-nuzul hampir pada setiap kitab 'ulum al-Qur'an atau ilmu Tafsir sebagai salah satu objek kajian. Meski demikian, dalam konteks studi 'ulum al-Qur'an, penulis melihat bahwa kajian mengenai konsep asbab al-nuzul ternyata hampir semuanya sama dan tidak berkembang. Hal ini kemudian berimplikasi pada munculnya kesan bahwa asbabb al-nuzul sebagai wacana yang mandeg tanpa melihat ulang secara mendalam tentang kajian ini. Nampaknya, faktor di atas telah mendorong seorang penulis muda, Bassam al-Jamal, untuk menulis sebuah buku yang diberi judul Asbab al-Nuzul: 'Ilman min 'Ulum al-Qur'an. Karya ini mencoba untuk membahas dan mengembangkan konsep asbab al-nuzul secara detil dan panjang lebar. Salah satu pembahasan yang menarik di dalam karya tersebut adalah hubungan asbab al-nuzul dengan qira'ah. Para ulama' pada umumnya meyakini bahwa qira'ah yang sahih} hanya berdasar pada imam tujuh. Lain halnya dengan bassam, ia berpendapat bahwa pemilihan qira'ah sangat dipengaruhi oleh asbab al-nuzul. Berangkat dari fakta di atas, maka penelitian ini difokuskan pada kajian pengaruh asbab al-nuzul terhadap qira'ah. Untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimana signifikansi asbab al-nuzul terhadap qira'ah menurut pandangan Bassam al-Jamal, Kedua, Bagaimana kontribusi pemikiran Bassam al-Jamal dalam kajian al-Quran ?, metode yang dipakai adalah deskriptifanalitis di mana selain memberi pemaparan, penguraian atau penjelasan secara detail tentang pemikiran Bassam al-Jamal, akan dilanjutkan dengan analisa yang mendalam.

Berdasarkan metodologi tersebut, terungkap bahwa riwayat asbab al-nuzul banyak digunakan oleh ulama klasik untuk menguatkan pendapat tentang ke-sahih-an suatu mazhab qira'ah, terlebih qira'ah yang tercakup dalam mushaf Usmani. Hanya saja, Bassam menyayangkan akan kuatnya subyektifitas masing-masing ulama dalam menghubungkan riwayat sabab al-nuzul dan suatu qira'ah, sehingga banyak memunculkan pendapat yang tak jarang saling bertentangan. Sayangnya, Bassam sendiri tidak memberikan solusi dengan jelas untuk permasalahan ini. Sehingga menurut penulis, kekecewaan Bassam ini hanya sekedar wacana tanpa adanya tindak lanjut guna menyelesaikan permasalahan tersebut. Meski demikian, pemikiran Bassam al-Jamal ini patut diacungi jempol karena, diakui atau tidak, ia telah membuka cakrawala baru tentang adanya hubungan dan pengaruh riwayat asbab al-nuzul terhadap suatu qira'ah.

PENGGUNAAN AYAT-AYAT AL-QUR'AN SEBAGAI METODE PENGOBATAN BAGI PENYAKIT JASMANI
ABSTRAK
Dalam praktiknya, ayat-ayat al-Qur'an di mata kaum muslimin merupakan sesuatu yang multi-fungsi. Di samping sebagai bacaan yang mempunyai nilai ibadah, juga sebagai teks yang mempunyai nilai sakral yang sanggup mengatasi segala macam problem kehidupan, termasuk pengobatan. Walaupun terkesan irrasional, namun telah banyak menuai keberhasilan. Di samping itu, hal ini adalah fenomena yang menjadi kontroversi di kalangan ulama, baik klasik maupun kontemporer. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Demak, karena di tempat itulah diyakini penulis sebagai tempat yang marak adanya praktik tersebut.

Berangkat dari fakta di atas, maka pokok penelitian skripsi ini difokuskan pada kajian living Qur'an untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah sebagai berikut: pertama, Bagaimana praktik penggunaan ayat-ayat al-Qur'an sebagai metode pengobatan penyakit jasmani di Kabupaten Demak ? dan kedua, Bagaimana pengaruhnya bagi spiritualitas masyarakat Demak ?. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, penulis menggunakan pendekatan fenomenologis dan metode penelitian kualitatif yang didukung dengan studi kepustakaan. Adapun metode pengumpulan data adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi dengan obyek penelitian. Sedangkan studi kepustakaan dengan analisis isi digunakan untuk mendapatkan data-data kepustakaan tentang tema tersebut.

Hasil penelitian dari kajian ini adalah: Pertama, Penggunaan ayat-ayat al-Qur'an untuk pengobatan penyakit jasmani di Demak dilakukan dengan variatif, yaitu sebagai berikut. (1) Membacakannya pada air minum. (2) Membacanya sebagai wiridan. (3) Menuliskannya pada bagian tubuh yang sakit. (4) Menjadikannya sebagai kendit. (5) Menjadikannya sebagai kalung. (6) Menuliskannya pada kertas dan meletakkannya di atas bagian tubuh yang sakit. (7) Membacakannya pada air untuk digunakan sebagai basuhan. (8) Membacakannya pada media-benda tertentu untuk olesan. (9) Menuliskannya pada piring porselen putih kemudian melarutkannya dengan air matang untuk minuman. (10) Menuliskannya dengan wifik. (11) Menuliskannya dalam bentuk wifik. Adapun masyarakat yang mempraktikkannya adalah berasal dari kalangan Nahdliyyin. Kedua, Penulis menyimpulkan bahwa pengaruhnya terhadap spiritualitas tergantung dari partisipasi pasien. Jika, pasien hanya mendapatkannya secara instan, maka pengaruhnya hanya cukup dalam hati. Selain itu juga semangat hidup atau etos kerja meningkat. Sedangkan jika pasien ikut berpartisipasi, misalnya dengan melakukan wiridan atau amalan tertentu, maka peningkatan spiritual yang terjadi cukup signifikan, yaitu peningkatan dalam segi ibadah.
KESEIMBANGAN EKOLOGIS DALAM HADIS NABI SAW. (STUDI MA'ANI AL-HADIS)
ABSTRAK

Persoalan lingkungan yang dihadapi sekarang bersifat kompleks dan global. Masyarakat dihadapkan pada persoalan pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara) yang dapat menimbulkan pelbagai penyakit, bencana, dan dampak yang tidak bagus bagi kelangsungan hidup manusia. Permasalahan krisis ekologis diperparah dengan eksploitasi hutan secara besar-besaran. Hutan, dan segala organisme yang ada di dalamnya, merupakan bagian dari komponen ekologis. Hutan, terutama di Indonesia, berfungsi sebagai penyangga keseimbangan ekologis dan penentu kestabilan alam. Pemeliharaan lingkungan hidup merupakan penentu keseimbangan alam. Padahal patut digarisbawahi, bahwa masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam. Ditambah ritualitas-personal pun meningkat dan para pemuka agama semakin semangat untuk berdakwah. Dengan demikian, penanggulangan ekologis dapat mengggunakan pendekatan agama, dalam hal ini dengan pemaknaan hadis. Hal itu disebabkan, hadis merupakan pedoman umat Islam kedua, setelah al-Qur'an, yang memberikan arahan dan penjelasan atas kelengkapan ajaran Islam. Maka, permasalahan atau pertanyaan yang coba dijawab dalam penelitian ini yaitu, (1). Bagaimana konseptualisasi hadis-hadis Nabi saw. berkaitan dengan menjaga keseimbangan ekologis?. (2). Bagaimana relevansinya dalam upaya penyelamatan krisis ekologis dengan konteks kekinian dalam bingkai ke-Indonesia-an?. Penelitian ini menggunakan metode tematik, dan menggunakan pendekatan historis-hermeneutis. Pendekatan historis di maksudkan untuk menguji validitas dan otentisitas sumber dokumen (teks-teks hadis) dan memahami hadis dengan cara mempertimbangkan kondisi historis-empirik pada masa Nabi saw. Sedangkan pendekatan hermeneutik digunakan dalam rangka memunculkan makna hadis yang kontekstual. Adapun langkah operasionalnya menggunakan penggabungan teori Musahadi HAM dan Nurun Najwah. Langkah itu secara garis besar terdiri atas dua tahapan, yaitu kritik eidetis dan kritik praksis.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa Nabi saw. sudah mengajarkan upaya menjaga keseimbangan ekologis. Hal itu tergambar dalam hadis-hadis keseimbangan ekologis. (1). Berupa anjuran menanam tumbuhan dan pohon, yakni konsep menyelaraskan antara bercocok tanam dan penghijauan. (2). Keutamaan menghidupkan tanah mati, yakni konsep mengelola tanah (alam) menjadi lebih produktif. (3). Anjuran menanam walaupun hendak kiamat, yakni konsep menjaga keseimbangan ekologis selama masih hidup dan sebelum terjadi kerusakan. (4). Larangan menebang pohon bidara, yakni konsep larangan menebang dan merusaknya pohon dengan percuma; karena masyarakat saat itu sangat memanfaatkan pohon tersebut sebagai obat, berteduh, memandikan jenazah dan lainnya. (5). Larangan menebang pohon di Mekkah dan di Madinah, yakni konsep pada setiap daerah harus ada konservasi dan peraturan untuk merusak dan memusnahkan populasi tumbuhan.

PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR'AN TENTANG KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
ABSTRAK

Al-Qur'an membicarakan permasalahan ekonomi karena pentingnya persoalan itu bagi kehidupan manusia. Cita-cita di bidang ekonomi amat jelas dalam kitab suci. Salah satu aspek terpenting dari keadilan adalah keadilan ekonomi yang merupakan konsekwensi logis dari konsep persaudaraan Islam. Pemikiran keislaman-keindonesiaan HMI tentang keadilan sosial dan keadilan ekonomi dituangkan dalam NDP. Penafsiran tentang keadilan social dan ekonomi dalam NDP penting diteliti karena HMI berperan penting dalam proses perjuangan pembangunan bangsa dan konsep keadilan social dan ekonomi yang dirumuskan turut memberi warna dalam wacana Islam di Indonesia. Fokus dari penelitian adalah bagaimana penafsiran ayat-ayat al-Qur'an tentang keadilan social dan keadilan ekonomi yang terdapat pada NDPdan relevansinya.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka. Sumber data yang pakai adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah buku pedoman dasar HMI yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan dan buku-buku tentang HMI yang membahas tentang keadilan social dan keadilan ekonomi yang ditulis oleh tokoh-tokoh HMI. Sedangkan data sekunder dari skripsi ini adalah buku-buku yang menulis tentang keadilan social dan keadilan ekonomi yang bukan di tulis oleh tokoh-tokoh HMI. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data menggunakan deskriptif analisis.

Pengertian keadilan berkisar pada makna perimbangan atau keadaan seimbang atau tidak ekstrim, persamaan atau tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun dan pemberian hak kepada siapa saja yang berhak atau penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Al-Qur'an sangat menekankan persamaan manusia (egalitarianism) dan menghindari dari segala kepincangan sosial yang berpangkal dari kepincangan
ekonomi, seperti eksploitasi, keserakahan, kosentrasi harta pada segelintir orang dan lain-lain. Konsep keadilan social-ekonomi dalam prespektif Islam didasarkan pada ajaran persaudaraan yang melampaui batas-batas geografis. Keadilan sosial merupakan nilai dan cita-cita, yaitu bagaimana melaksanakan keadilan tersebut. Keadilan ekonomi muncul menjadi masalah masyarakat yang penting pada saat sistem produksi dan sistem distribusi yang berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar, mulai merasuk ke dalam sistem politik, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Dengan kata lain, keadilan menjadi masalah politik di mana Negara atau pemerintah dihimbau untuk campur tangan, karena kekuatan-kekuatan pasar bebas mulai menunjukkan kekuasaan dan dominasi yang "mengatur" hubungan produksi dan distribusi di antara pelaku-pelakunya menuju arah ketidakadilan ekonomi.


PENAFSIRAN MUHAMMAD ALI AL-SAYIS DAN MUHAMMAD ALI ALSABUNI TENTANG ADIYA' DALAM TAFSIR AYAT AL-AHKAM QS. AL-AHZAB [33] 4-5
ABSTRAK

apa itu adopsi??Adopsi adalah istilah yang disalin dari bahasa asing yang berarti mengangkat anak. Adopsi merupakan fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pelaksanaan adopsi didorong oleh berbagai kebutuhan. Seseorang mengangkat anak karena tidak dapat mempunyai anak kandung sendiri, menambah jumlah keluarga, atau karena jiwa sosialnya yang tinggi. Adopsi menjadi solusi untuk mengatasi hal-hal tersebut. Adopsi merupakan permasalahan hukum yang menyangkut banyak hal. Hukum yang mengatur adopsi dimaksudkan untuk menjaga agar kedua belah pihak, yaitu orang yang mengangkat dan orang yang diangkat, tidak dirugikan. Adopsi dalam al-Qur'an dikenal dengan istilah Ad'iya'. Di dalam al-Qur'an dijumpai dua ayat yang menjelaskan tentang adopsi yaitu QS. al-Ahzab [33]: 4-5. Fokus dari penelitian ini adalah penafsiran dua tokoh yakni Muhammad Ali al-Sayis dan Muhammad Ali al-Sabuni, dan membandingkan keduanya untuk mencari persamaan dan perbedaan baik dari aspek metodologi maupun substansi penafsirannya.

Penelitian ini adalah penelitian pustaka dengan sumber primer kitab Tafsir Ayat al-Ahkam dan sumber primer kitab Rawai' al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur'an. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dokumentasi. Metode deskriptif-komparatif digunakan untuk menganalisis data, yaitu dengan menguraikan secara sistematis penafsiran kedua tokoh tersebut tentang konsep ad'iya' (adopsi) pada QS al-Ahzab [33]: 4-5, dan kemudian mengkomparasikannya sehingga ditemukan persamaan dan perbedaan metodologi dan substansi penafsiran.

Berdasarkan penelitian, penafsiran Muhammad Ali al-Sayis dan Muhammad Ali al-Sabuni memiliki kesamaan dalam memahami QS al-Ahzab [33]: 4-5. Keduanya menafsirkan adiyya' sebagai sebuah tradisi jahiliyah yang kemudian dihapuskan setelah datangnya syara'. Keduanya juga menyebutkan bahwa adopsi yang menganggap anak sebagai anaknya sendiri atau sekedar memanggil yang tidak sesuai dengan nasabnya tidak dibenarkan dan dianggap berdosa. Keduanya menganjurkan untuk menggunakan panggilan ya akhi / ya ukhti atau ya maulaya terhadap orang yang diangkat jika belum diketahui nasabnya. Metode yang digunakan keduanya juga sama yaitu metode tahlili yang mencakup banyak aspek. Kesamaan baik dari substansi maupun metodologi yang digunakan ini menurut penulis karena dipengaruhi latar belakang keilmuan yang sama, yakni ahli dalam bidang fikih, sehingga corak penafsirannya pun cenderung tidak ada perbedaan.

PLURALISME AGAMA DALAM AL QUR'AN (Studi Penafsiran Gamal al Banna atas Ayat-ayat Pluralisme Agama)
ABSTRAK

Berbicara pluralisme berarti juga harus memahami kebebasan beragama, karena masalah ini merupakan problem universal. Secara historis, meskipun pluralisme telah muncul sejak awal sejarah manusia, problem kebebasan beragama menjadi semakin rumit setelah masyarakat-masyarakat di mana negara dan agama di satu sisi dan agama-agama di sisi lain terus mengalami ketegangan dalam konteks negara-bangsa. Bagi Gamal al-Banna setiap orang yang menelaah al-Qur'an dan merenungi ayat-ayatnya akan menemukan bahwa secara afirmatif al-Qur'an menjelaskan keesaan Allah dan pluralitas selain Dia. Bahkan al-Qur'an sendiri merupakan referensi yang paling otentik bagi pluralisme. Buktinya, gaya bahasa al-Qur'an yang istimewa membuat setiap kata ayat yang digunakan memiliki kemungkinan makna yang beragam dan memberikan penafsiran yang tidak tunggal. Dan itu menjadi mungkin karena al-Qur'an diturunkan tidak hanya untuk kaum muslimin saja, akan tetapi untuk semua manusia sekalian alam. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada Bagaimana penafsiran Gamal al-Banna terhadap ayat-ayat pluralisme agama ? Dan Bagaimana aktualisasi pemikiran pluralisme agama Gamal al-Banna dalam kehidupan modern sekarang ini. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang mengambil sumbernya dari salah seorang tokoh pluralisme yakni Gamal al-Banna dengan menggunakan pendekatan tematik. 

Berdasarkan pada pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa 1) Mengetahui penafsiran Gamal al-Banna tentang ayat-ayat pluralisme agama berlandaskan pada prinsip-prinsip yakni pluralitas merupakan takdir tuhan; pengakuan hak eksistensi agama di luar Islam; titik temu dan kontinuitas agama-agama; Nabi dan Rasul, tidak ada paksaan dalam agama; menjunjung nilai-nilai kemanusiaan (HAM); dan tiga prinsip esensi agama, yakni keimanan kepada Tuhan, Hari Akhirat dan berbuat baik. 2) Dalam menghadapi dan menanggapi kenyataan adanya berbagai agama yang demikian pluralisitik di era modern ini, sebagaimana yang dimaksud Gamal al-Banna, agaknya setiap umat beragama tidaklah monolitik. Mereka cenderung menempuh cara dan tanggapan yang berbeda-beda, yang jika dikategorisasikan terbelah menjadi dua kelompok yang saling berhadap-hadapan, yakni kelompok yang menolak pluralisme (eksklusifis) dan kelompok yang menerima. Kelompok yang menolak secara mutlak gagasan pluralisme agama. Mereka biasanya disebut sebagai kelompok. Bagi kelompok kedua ini cukup jelas bahwa yang membedakan ajaran masing-masing adalah dimensi-dimensi yang bersifat teknis-operasional bukan yang substansial-esensial, seperti tentang mekanisme atau tata cara ritus peribadatan dan sebagainya.
 

Untuk pemecahan atas segala sikap destruktif ini, para ahli yang peduli terhadap kerukunan antaragama berupaya menciptakan dialog antarumat beragama, meninggalkan era monolog untuk beranjak kepada era dialog. Ada dua komitmen penting yang harus dipegang oleh pelaku dialog, toleransi, dan pluralisme.













  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "TERJEMAHAN DALAM TAFSIR AL BAYAN KARYA HASBI ASH SHIDDIEQY (Studi Gramatika Pada Preposisi Daripada) ABSTRAK"

Posting Komentar